Anjuran Menikah

   “Maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki.”
(QS.An-Nisa:3)

   (Maka nikahilah) Ayat ini mengisyaratkan kewajiban untuk menikah. Namun, masih saja ada sejumlah orang yang melecehkan institusi pernikahan, pura-pura menyesalinya atau melontarkan komentar tanpa guna. Perbuatan itu hanya membuat mereka makin jauh dari jalan Allah dan mencemarkan lembaga suci yang telah dilegalkan Allah di dalam Kitab-Nya ini.

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.”
(QS.Al-Baqarah:187)
    Ath-Thabari menafsirkan firman Allah “Mereka adalah pakaian bagimu…”  bahwa semua suami harus menempatkan pasangannya bagai pakaian, baik saat menjelang tidur, saat berkumpul bersama keluarga, atau saat bersenggama, layaknya pakaian yang dikenakannya.
Durratun Nashihin

  Suami menjadi pakaian bagi istrinya, sebagaimana firman Allah, “Dan Dia telah menjadikan malam sebagai pakaian bagimu.”  Yaitu, sebagai waktu untuk beristirahat atau bernaung. Begitu juga istri menjadi pakaian bagi suami dan ada kecondongan suami kepadanya. Sebagaimana firman Allah, “Dan Dia jadikan istri agar ia senang kepadanya”  Yaitu, masing-masing menjadi pakaian atau tempat berlindung bagi yang lain.

   Muhammad Quthb menafsirkan ayat ini sebagai berikut: “Gambaran yang diberikan Al-Qur’an tentang hubungan antara suami dan istri begitu halus dan indah.”
Sebagaimana  firman-Nya:
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.”
Pada kalimat ini digambarkan bahwa hubungan antara jasad dan jiwa sangatlah erat. Pakaian adalah kebutuhan primer bagi manusia sebagai pelindung tubuh dari gangguan cuaca, sekaligus sebagai penutup aurat.
   Dalam hal ini ada sesuatu yang mampu merekatkan suami dan istri, yang keduanya akan saling berjumpa kalau memang berasal dari satu jasad dan jiwa. Pada saatnya nanti, keduanya akan bersatu dan menghendaki keutuhan jalinan itu, bagaikan pakaian dan pemakainya. Keduanya bagaikan tabir yang masing-masing saling menutupi. Menurut pandangan lahiriah, memelihara harta, jiwa, dan keselamatan dari gangguan orang lain. Juga memelihara dari perbuatan keji dan hina, layaknya sepotong pakaian melindungi pemakainya dari gangguan dingin dan panas.

    Keduanya laksana pakaian yang serasi, yang dipakai untuk beristirahat, sebagai pengobar semangat dalam bekerja, dan berusaha agar selalu tampak indah di mata pasangan maupun orang lain. Jika keutuhan hubungan mereka terjaga maka keduanya akan bersatu menjadi pakaian yang berfungsi untuk saling melindungi. Juga akan berusaha untuk berias dan menyempurnakan penampilan yang melekat padanya sebagai pelindung sekaligus tabir penutup  (“Manusia, antara materi dan Islam.” Hlm.249)
Rasulullah SAW bersabda: “ Jika seorang hamba menikah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah untuk menyempurnakan separuh lainnya.” (HR.Baihaqi dengan sanad hasan).

   Setengah dari kesempurnaan agama itu diraih melalui pernikahan. Maka ada anjuran untuk memilih istri yang baik dan meneliti hal-hal lain yang urgen. Untuk mengambil keputusan dalam suatu perkara, umat Islam dianjurkan melakukan shalat istikharah sebanyak 2 rakaat. Sesudahnya membaca doa seperti yang diajarkan Rasulullah SAW:
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pilihan dengan pengetahuan-Mu. Aku memohon kekuatan dengan kuasa-Mu, dan memohon segala karunia-Mu yang Agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sedangkan aku tidak, Engkau Maha Mengetahui, sedangkan aku tidak. Dan Engkau Maha Tahu hal-hal yang ghaib. Ya Allah, jika memang Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku, agamaku, hidupku, berikut semua akibat yang ditimbulkannya, putuskanlah perkara ini dan tangguhkanlah. Atau putuskanlah untukku dan mudahkanlah, kemudian berkahilah aku. Sedangkan apabila menurut-Mu perkara ini berakibat buruk bagiku, agamaku, hidupku, berikut semua akibatnya, jauhkanlah dariku dan putuskanlah bagiku kebaikan sekiranya hal itu belum direlakan.”
   Rasulullah SAW bersabda:
Dunia itu perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah istri salehah.” (HR.Muslim)
   Di buku Nahnu al-Ma’murun diceritakan bahwa pernikahan adalah perkara utama yang bisa memanjangkan usia dan membawa kita pada kehidupan yang teratur.
   Terkadang kehidupan pernikahan diwarnai sesuatu yang meletihkan, misalnya kelelahan karena punya anak atau karena tuntutan kebutuhan lainnya seperti perabotan rumah. Akan tetapi, semua akan terasa indah jika seseorang ikhlas dan terpuaskan jiwanya. Di sisi lain, seseorang yang membujang akan merasakan kehampaan dalam hidupnya. Memang benar kata orang bahwa terkadang masa muda bagaikan seorang raja, tetapi akan berubah menjadi seorang hamba yang patut dikasihani ketika usia beranjak tua dan masih lajang. Sedangkan bagi orang yang telah menikah terkadang menjadi budak pada awal pernikahannya. Namun, ketika usia pernikahannya makin banyak, mereka menjadi seorang raja yang bertahtakan segalannya di dalam rumah dan tak lagi merasakan kepedihan dan kesepian seperti mereka yang tetap melajang hingga hari tua.

   Dr. Haflbert – Seorang direktur klinik psikiatri di New York berkata: “Jumlah pasien yang datang berobat ke klinik ini adalah empat (lajang) berbanding satu (lelaki/perempuan menikah).”
Demikian pula data statistic dari riset yang dilakukan oleh Dr.Barchlun menunjukkan bahwa bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh para lajang daripada lelaki/perempuan yang telah menikah. Diduga penyebabnya karena orang yang telah menikah lebih mengutamakan pertimbangan akal dan etika ketika mengambil keputusan.

   Kehidupan keluarga yang damai membuat segala keganjilan dan kegelapan hidup tidak bisa mengusik pikiran mereka. Hal itu tidak bisa dirasakan oleh orang yang belum menikah. Seorang istri yang terbiasa letih bergulat dengan masalah anak-anak, peran sebagai ibu, atau beban hidup yang lain, justru lebih panjang umur daripada perempuan yang memutuskan untuk tidak menikah.

    Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga golongan yang pasti ditolong Allah, yaitu budak mukatab (budak yang ingin memerdekakan diri dengan cara bekerja keras) yang ingin melunasi hutangnya, orang yang menikah demi menjaga diri dari perbuatan maksiat, dan para pejuang di jalan Allah.” (HR.Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah)

   Kebanyakan orang yang tak mau menikah walaupun punya kemampuan selalu dihantui pikiran kotor dan keinginan untuk berbuat zina. Padahal inilah salah satu faktor pemutus hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangkan mereka yang tak mau menikah dan tetap kukuh berpegang pada agama saja masih punya kemungkinan terjerumus ke lembah nista. Itu sebabnya Ibnu Mas’ud berkata: “Sekalipun usiaku tinggal 10 hari, aku lebih suka menikah agar diriku tidak membujang ketika bertemu Allah.”

    Orang tua yang saleh akan membicarakan soal pernikahan dengan anak-anaknya atau kerabatnya yang telah cukup umur dan punya kemampuan untuk menikah, dan berusaha mencarikan calon istri/suami yang berasal dari keluarga baik-baik. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesucian dan kemuliaan keluarga, terutama bagi pasangan suami istri yang akan menikah.

Alangkah agung nilai hadits ini, yang telah menyetarakan derajat pernikahan, berjuang di jalan Allah, dan memerdekakan budak.

No comments:

Post a Comment

Alat Semprot
Logam Kuningan
"Kami telah siap melayani anda di Seluruh Indonesia"