Perempuan diciptakan bukan berupa jasad dan
ruh semata. Ia punya andil besar dalam mengarungi proses kehidupan, seperti
menyusui dengan penuh kasih sayang (bila
telah menjadi ibu), mengalirkan kerinduan, mengubah masa kanak-kanak dan
alam bawah sadar menjadi sebuah kepastian, dan cerdas dalam menghidupkan makna
kemanusiaan dari segala seginya. Maka seorang ibu yang mendidik anak-anaknya
dengan sesuatu yang tidak pada tempatnya, berarti ia memahat anak-anak itu dari
seorang bayi biasa menjadi seorang yang kejam, dari seorang bayi lucu menjadi
seorang yang liar, dan dari seorang bayi murah senyum menjadi seorang berwatak
egois.
Dengan kata lain, seorang ibu yang mendidik
dengan cara yang buruk akan menghasilkan anak-anak yang menyukai keburukan.
Seorang ibu yang mendidik dengan cara yang baik, yang didukung ketenangan dan
kesabaran, akan menumbuhkan anak-anak penyejuk mata. Seorang ibu yang mendidik
dengan curahan kasih sayang berlebihan akan menghasilkan anak-anak yang tak mampu
menghadapi kerasnya kehidupan masa depan.
Perempuan bukan saja berbentuk badan
lahiriah, tetapi sebelum itu melekat juga padanya cinta yang suci, kecantikan,
kelembutan, jiwa yang terdidik dan tempat menggantungkan keturunan. Seandainya ada
seorang lelaki super yang mampu menghidupkan aspek kemanusiaan yang suci dalam
misi menggantikan kedudukan perempuan, mungkin saja bisa. Namun, itu bak menggantikan rasa dahaga akan
air jernih dengan jus buah.
Jika seorang lelaki merasa cukup dengan sisi
jasmani seorang perempuan, pasti penilaiannya terhadap perempuan itu menjadi
picik dan pendek. Ketika seorang lelaki terpikat dengan wujud jasad semata, ia
tak kan mampu meningkatkan paersepsinya ke taraf yang lebih mulia. Maha Suci
Allah yang telah menciptakan keindahan.
Allah SWT berfirman: “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
(QS.Ar-Rum:21)
Ayat ini mengisyaratkan makna yang agung dan
menjelaskan bahwa hubungan antara lelaki dan perempuan (suami-istri) bukanlah
sekedar hubungan materi, melainkan juga hubungan yang mengokohkan cinta dan
kasih. Selain ayat di atas, masih banyak lagi ayat lain yang berkenaan dengan
pemuliaan derajat dan posisi perempuan. Rasulullah SAW bersabda: “Di antara
kesenangan dunia yang membuatku senang ialah perempuan dan wewangian. Dan
dijadikan kecintaanku ada di dalam shalat.” (HR.Nasa’I Ahmad dan Hakim dengan sanad sahih).
Sekalipun Rasulullah SAW mencintai istri-istrinya sedemikian rupa, itu tidak mengurangi
cinta beliau kepada Sang Khaliq. Beliau juga pernah bersabda, “Seandainya aku
di takdirkan hanya punya seorang sahabat di muka bumi ini, niscaya akan kupilih
Abu Bakar RA sebagai sahabatku.”
Allah
SWT memberi Nabi SAW rasa kasih
sayang yang lebih besar kepada perempuan dan wewangian. Lebih besar dibanding
yang lainnya. Alasannya, perempuan adalah penghias dan penyejuk di dalam
keluarga serta sumber keturunan. Duhai istimewanya perempuan! Sedangkan
wewangian dapat menumbuhkan semangat bagi jiwa. Adapun di dalam shalat terdapat
kenikmatan dan kesenangan dalam bermunajat antara makhluk ciptaan dan Sang
Penciptanya. Ini semua adalah keadaan yang sangat menyenangkan bagi manusia. (At-Taj al-Jami’ al-Ushul).
Ibnu Jauzi menjelaskan
dalam bukunya, Nawadir al-Adzkiya,
tentang seorang perempuan. Dalam riwayat yang lain ada kisah tentang seorang
penyair yang membenci istrinya sebagai berikut. “Sesungguhnya
perempuan itu laksana setan yang diciptakan untuk kami. Kami memohon
perlindungan kepada Allah dari segala kejahatan yang terkutuk.” Namun, dengan lembut sang istri menjawab, “Perempuan itu bagaikan wewangian untukmu
(kaum lelaki), bukankah engkau semua sangat menyukai wewangian?”
Penulis buku Wajibul Adab menceritakan, “Pada suatu hari Khalid
ibn Yazid ibn Muawiyah mencela Abdullah
ibn Zubair sebagai orang yang kikir. Lalu Khalid bertanya kepada istrinya, ‘Mengapa
engkau tidak membantah? Apakah engkau senang dengan apa yang ku katakan ataukah
hendak membantahku?’ Sang istri langsung
menjawab, ‘Aku tidak akan berpihak kepada
siapa pun! Perempuan tidak diciptakan untuk mencampuri urusan lelaki. Kami
hanya seperti wewangian yang tersedia untuk dicium dan digauli.’ Khalid merasa
kagum dengan jawaban itu, lalu diciumnya kening sang istri.”
No comments:
Post a Comment